JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah organisasi guru
mengancam akan menolak dan menyerukan boikot pada rencana pemerintah
untuk menguji ulang para guru yang telah tersertifikasi. Hal itu
dinyatakan langsung oleh Presidium FSGI, Guntur Ismail, Kamis
(14/6/2012), di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta.
"Kami menolak dan serius akan melakukan boikot pada pelaksanaan ujian ulang itu," kata Guntur.
Ia
menjelaskan, ancaman itu langsung datang dari FSGI, Federasi Guru
Independen Indonesia (FGII), Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), dan
Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI). Adapun alasan untuk melakukan boikot
adalah karena keputusan uji ulang tersebut dinilai melanggar asas umum
pemerintahan yang baik, yakni asas motivasi dan kepastian hukum.
"Pemerintah
tidak percaya dengan data, instrumen, dan perangkat uji kompetensi yang
mereka buat sendiri, yang mereka laksanakan sendiri dan sekarang mereka
ragukan sendiri," ujar Guntur.
Selanjutnya, kata dia, tujuan dari
ujian ulang ini dimaksudkan untuk melakukan pemetaan kompetensi guru.
Atas dasar itu, kebijakan ini dituding hanya akal-akalan pemerintah agar
mudah mendapatkan data. Padahal, kemampuan guru yang sebenarnya tidak
dapat diukur dengan ujian ulang semacam ini.
"Tidak ada dasar
hukum bagi pelaksanaan uji kompetensi ulang pada guru tersertifikasi.
Pola ini hanya meniru pemetaan kompetensi siswa melalui Ujian Nasional.
Jadi guru dan siswa sama-sama terjebak dalam pola tes yang diciptakan
pemerintah," ungkap Guntur.
Padahal, menurutnya, para guru yang
lulus sertifikasi pada tahun-tahun sebelumnya, baik melalui portofolio
maupun Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) dinyatakan lulus sesuai
kriteria sesuai dengan aturan yang ditetapkan. I
a mengemukakan,
akan lebih baik jika pemerintah lebih memprioritaskan pengadaan sarana
dan prasarana ketimbang melakukan uji kompetensi ulang guru
bersertifikasi. "Uji kompetensi ulang ini harus dibatalkan, jika tidak
maka akan kami gugat ke PTUN. Harusnya kepala dinas, pengawas dan kepala
sekolah diberdayakan untuk membina guru yang dianggap kurang
berkualitas.
http://edukasi.kompas.com
No comments:
Post a Comment