FIQIH MUAMALAH
KONSEP HAK MILIK
Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah
Oleh :
1. Ahmad Rizza Habibi (01)
2. Deviana Ika Putri (05)
3. Irda Setiyana (10)
4. Navrida Rahma Dini (15)
5. Ratih Fatmawati (20)
6.Yolanda Ardestya L (26)
PROGRAM STUDI SARJANA SAINS TERAPAN
PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan
semesta alam dan penguasa jagad raya. Serta shalawat dan salam kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang selalu
mengaharapkan syafaatnya di yaumul kiamah. Penulis sangat bersyukur atas
tugas mata kuliah fiqih muamalah mengenai ”Konsep Hak Milik ”
dapat terselesaikan dengan baik.Penulis yakin bahwa dalam
terselesaikannya makalah ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak.
Maka dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Totok Prasetyo,B.Eng, M.T selaku Direktur Politeknik Negeri Semarang.
2. Ibu
Siti Hasanah , S.Ag, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih
Muamalah Jurusan Akuntansi Program Studi Perbankan Syariah yang telah
memberikan bimbingan dan ilmu serta wawasan yang bermanfaat bagi penulis
demi terselesaikannya makalah ini.
3. Kedua orang tua yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada penulis.
4. Seluruh kawan seperjuangan yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan pada materi dan tampilan yang ada dalam makalah ini. Oleh
karena itu besar harapan penulis atas kritik dan saran yang membangun
akan sangat berguna untuk penyempurnaan makalah ini.
Penulis
berharap semoga tujuan pembuatan makalah ini dapat tercapai sesuai yang
diharapkan dan menjadi sebuah persembahan yang bermanfaat bagi kita
semua. Semoga pembahasan ini bermanfaat bagi para pembaca dan mampu
menambah wawasan untuk pengetahuaan dan menjadi alat pencerah
mengembangkan pembangunan masyarakat.
Semarang, 01 Oktober 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG :
Pada
dasarnya manusia tidak bisa hidup sendiri. Ia harus hidup
bermasyarakat, saling membutuhkan dan saling mempengaruhi. Dalam jual
beli seseorang tidak bisa bermuamalah sendirian. Apabila menjadi penjual
maka memerlukan pembeli dan seterusnya. Setiap manusia memiliki
kebutuhan, sehingga sering terjadi pertentangan kehendak. Untuk menjaga
keperluan manusia agar tidak melanggar hak-hak orang lain, maka timbulah
hak-hak diantara sesama manusia, lebih tepatnya hak kepemilikan.
B.RUMUSAN MASALAH :
1. Bagaimana gambaran hak milik menurut syariat islam ?
2. Apa pengertian hak milik ?
3. Bagaiman sistem pembagian hak ?
4. Apa saja sebab-sebab kepemilikan hak ?
5. Bagaimana klasifikasi hak milik ?
6. Apa saja prinsip dalam kepemilikan ?
C.TUJUAN :
Tujuan
penulisan makalah “Hak Kepemilikan” adalah untuk menambah pengetahuan
dan wawasan pembaca mengenai hak kepemilikan dari sudut islam,
memberikan penerapan hak kepemilikan dalam kehidupan sehari-hari dan
menjadi bahan pustaka bagi para pembaca.
D.METODE PENULISAN :
Makalah yang berjudul “Fiqih Muamalah Konsep Hak Milik” disusun dengan menggunakan metode studi pustaka yang dilengkapi dengan informasi dari media internet.
BAB II
ISI
KONSEP HAK MILIK (AL-MILKIYAH )
A. Asal - Usul Hak[1]
Manusia
pada dasarnya tidak bisa hidup sendirian, ia harus hidup bermasyarakat
saling membutuhkan dan saling mempengaruhi. Dalam melakukan aktivitas
jual beli, seseorang tidak bisa bermuamalah secara sendirian, bila ia
menjadi penjual, maka sudah jelas ia memerlukan pembeli, dan seterusnya.
Setiap manusia mempunyai kebutuhan, sehingga sering terjadi
pertentangan kehendak. Untuk menjaga keperluan manusia agar tidak
melanggar dan memperkosa hak – hak orang lain, maka timbullah hak dan
kewajiban di antara sesama manusia. Hak milik telah diberi gambaran
nyata oleh hakikat dan sifat syariat Islam, sebagai berikut.
Ø Tabiat
dan sifat syariat Islam ialah merdeka (bebas). Dengan tabiat dan sifat
ini, umat Islam dapat membentuk suatu kepribadian yang bebas dari
pengaruh Negara – negara Barat dan Timur serta mempertahankan diri dari
pengaruh – pengaruh Komunis (sosialis) dan kapitalis (individual).
Ø Syariat
Islam dalam menghadapi berbagai ke-musykil-an senantiasa bersandar
kepada maslahat (kepentingan umum) sebagai salah satu sumber dari sumber
– sumber pembentukan hukum islam.
Ø Corak
ekonomi Islam berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah merupakan suatu corak
yang mengakui adanya hak pribadi dan hak umum. Bentuk ini dapat
memelihara kehormatan diri yang menunjukan jati diri. Individual adalah
corak kapitalis, seperti Amerika Serikat, sedangkan sosialis adalah ciri
khas komunis seperti Rusia pada tahun 1980-an. Sementara itu, ekonomi
yang dianut Islam ialah sesuatu yang menjadi kepentingan umum yang
dijadikan milik bersama, seperti rumput, api dan air, sedangkan sesuatu
yang tidak menjadi kepentingan umum dijadikan milik pribadi.
B. Pengertian Hak Milik[2]
Menurut pengertian umum, hak adalah :
“ Sesuatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum “.
Hak juga bisa berarti milik, ketetapan, dan kepastian, sebagaimana disebutkan dalam Alquran (QS. Yasin : 7)
“ Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman “.
Pengertian tentang hak, sama dengan arti hukum dalam istilah ahli ushul, yaitu :
“
Sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk
mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun
mengenai harta “.
Ada juga yang mendefinisikan hak sebagai berikut.
“ Kekuasaan mengenai sesuatu atau sesuatu yang wajib dari seseoarng kepada yang lainnya “.
“
kekhususan memungkinkan pemilik suatu barang menurut syara’ untuk
bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada
penghalang syar’i.
Apabila
seseorang telah memiliki suatu benda yang sah menurut syara’, orang
tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual
maupun akan digadaikan, baik diri sendiri maupun dengan perantara orang
lain. Berdasarkan definisi ini, kiranya dapat dibedakan antara hak dan
milik, untuk lebih jelas dicontohkan sebagai berikut.
Seseorang
pengampu berhak menggunakan harta yang berada di bawah ampuannya,
pengampuannya hak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah
orang yang berada di bawah ampuannya. Dengan kata lain, tidak semua yang
memiliki berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan
dapat memiliki.
Hak yang dijelaskan di atas adakalanya merupakan sulthah, dan adakalanya pula merupakan taklif.
a. Sulthah terbagi dua, yaitu sulthah ‘ala al nafsi dan sulthah ‘ala sya’in mu’ayanin.
Ø Sulthah ‘ala al nafsi ialah hak seseorang terhadap jiwa, seperti hal hadlanah (pemeliharaan anak)
Ø Sulthah ‘ala sya’in mu’ayanin ialah hak manusia untuk memiliki sesuatu, seperti seseoarang berhak memiliki mobil.
b. Taklif
adalah orang yang bertanggung jawab, taklif adakalanya tanggungan
pribadi (‘ahdah syakhshiyah) seperti seorang buruh menjalankan tugasnya,
adakalanya tanggungan harta (‘ahdah maliyah) seperti membayar utang.
Para
fukaha berpendapat, bahwa hak merupakan imbangan dan benda (a’yan).
Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat, bahwa hak adalah bukan harta (ina
al-haqqlaisah hi al-mal).
C. Sebab-sebab Pemilikan[3]
Untuk
memiliki harta, ternyata tidak semudah yang dipikirkan oleh manusia.
Harta dapat dimilki oleh seseorang asal tidak bertentangan dengan aturan
hukum yang berlaku ,baik hukum islam maupun hukum adat. Harta
berdasarkan sifatnya dapat dimilki oleh manusia, sehingga manusia dapat
memiliki suatu benda. Faktor – faktor yang menyebabkan harta dapat
dimiliki antara lain :
1. Ikraj al mubahat
Untuk
harta yang mubah (belum dimilki oleh seseorang). Sesuai hadist yang
disebutkan bahwa harta yang tidak termasuk dalam harta yang
dihormati(milik yang sah) dan tidak ada penghalang syara' untuk dimilki .
Untuk memilki benda-benda mubhat diperlukan dua syarat ,yaitu :
– Benda
mubhat belum diikhrazkan oleh orang lain. Seorang mengumpulkan air
dalam satu wadah kemudian air tersebut dibiarkan, maka orang lain tidak
berhak mengambil air tersebut karena telah diikhrazkan orang lain .
Adanya
maksud mimiliki. Seorang memiliki harta mubhat tanpa adanya niat, itu
tidak termasuk ikhraz. Seumpama seorang pemburu meletakkan jaringnya di
sawah kemudian terjeratlah burung – burung. Apabila pemburu meletakkan
jaring itu hanya sekedar untuk mengeringkan jaringannya, maka ia tidak
berhak memiliki burung-burung tersebut .
2. Khalafiyah
Bertempatnya seorang atau sesuatu yang baru bertempat ditempat yang lama, maka telah hilang berbagai macam haknya .
Kalifah ada dua macam :
– Khalifah
syakhsy'an syaksysi waris menempati tempat si muwaris dalam memiliki
harta yang ditinggalkan oleh muwaris. Jadi, harta yang ditinggalkan
muwaris disebut tirkah .
– Khalifah syai'an
Apabila
seorang merugikan milik orang lain kemudian rusak ditangannya, maka
wajiblah dibayar harganya dan diganti kerugian-kerugian pemilik harta
tersebut. Maka, khalfiyah syai'in ini disebut tadlimin atau ta'wil
(menjamin kerugian).
3. Tamwull min ta mamluk
Segala
yang terjadi dari benda yang telah dimiliki menjadi hak bagi yang
memiliki benda tersebut .Misalnya, bulu domba menjadi hak milik bagi
pemilik domba .
Dari segi iktiar , sebab malaiyah (memiliki) dibagi menjadi dua macam , yaitu :
– ikhtiyariyah
Sesuatu
yang mempunyai hak ikhtiar manusia dalam mewujudkannya. Sebab ini
dibagi menjadi dua macam ,yaitu ikhraj al mubahat dan 'uqud .
– Jabariyah
Sesuatu
yang senantiasa tidak mempunyai ikhtiar manusia dalam mewujudkannya.
Sebab jabariyah dibagi dua yaitu irts dan tawallud min al mamluk .
4.
Karena penguasaan terhadap milik negara atas pribadi yang sudah lebih
dari tiga tahun, Umar r.a ketika menjabat menjadi khalifah berkata :
sebidang tanah akan menjadi milik seseorang yang memanfaatkannya dari
seseorang yang tidak memanfaatkannya selama tiga tahun. Hanafiyah
berpendapat bahwa tanah yang belum ada pemiliknya kemudian dimanfaatkan
oleh seseorang, maka orang yang memanfaatkannya itu berhak memiliki
tanah itu.
D. Pembagian Hak[4]
Berbicara
masalah pembagian hak, maka jumlah dan macamnya banyak sekali, antara
lain dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
hak mal dan hak ghair mal. Adapun pengertian hak mal :
“ Sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda atau utang-utang “.
Hak ghair mal terbagi dua bagian, yaitu hak syakhshi dan hak ‘aini. Pengertian Hak syakhshi :
“ Sesuatu tuntunan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap orang lain “.
Hak
‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang
kedua. Hak ‘aini ada dua macam: ashli dan thab’i. Hak ‘aini ashli ialah
adanya wujud benda tertentu dan adanya shabul al-haq, seperti hak
milikiyah dan hak irtifaq. Hak ‘aini thab’i ialah jaminan yang
ditetapkan untuk seseorang yang menguntungkan uangnya atas yang
berhutang. Apabila yang berhutang tidak sanggup membayar, maka murtahin
berhak menahan barang itu.
Macam-macam hak ‘aini ialah sebagai berikut.
Ø Haq
al-milikiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh
dia memiliki, menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya,
merusakkannya, dan membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan
kesulitan bagi orang lain.
Ø Haq
al-intifa ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakn
hasilnya. Haq al-Isti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al istiqlal
(mencari hasil), misalnya rumah yang diwakafkan untuk didiami. Si mauquf
‘alaih hanya boleh mendiami, ia tidak boleh mencari keuntungan dari
rumah itu.
Ø Haq
al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun
atas kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama.
Misalnya saudara Ibrahim memiliki sawah di sebelahnya sawah saudara
Ahmad. Air dari selokan dialirkan ke sawah saudara Ibrahim. Sawah Tuan
Ahmad pun membutuhkan air. Air dari sawah saudara Ibrahim dialirkan ke
sawah dan air tersebut bukan milik saudara Ibrahim.
Ø Haq
al-istihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn
menimbulkan hak ‘aini bagi murtahin, hak itu berkaitan dengan harga
barang yang digadaikan, tidak berkaitan dengan zakat benda, karena rahn
hanyalah jaminan belaka.
Ø Haq
al-ihtibas ialah hak menahan sesuatu benda. Hak menahan barang (benda)
seperti hak multaqith (yang menemukan barang) menahan benda luqathah.
Ø Haq qarar (menetap) atas tanah wakaf, yang termasuk hak menetapkan atas tanah wakaf ialah :
· Haq al-hakr ialah menetap di atas tanah wakaf yang disewa, untuk yang lama dengan seizin hakim;
· Haq
al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena akad ijarah dalam waktu
yang lama, dengan seizin hakim, atau tanah wakaf yang tidak sanggup
dikembalikan ke dalam keadaan semula misalnya karena kebakaran dengan
harga yang menyamai harga tanah, sedangkan sewanya dibayar setiap tahun.
· Haq al-qadar ialah hak menambah bangunan yang dilakukan oleh penyewa;
· Haq al-marshad ialah hak mengawasi atau mengontrol
Ø Haq al- murur ialah
“ hak jalan manusia pada miliknya dari jalan umum atau jalan khusus pada milik orang lain”.
Ø Haq ta’alli ialah
“Hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan orang lain“.
Ø Haq
al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya
batas-batas tempat, tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqur
dari menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.
Ø Haq Syuf’ah atau haq syurb ialah
“ Kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum bintangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya “.
Ditinjau dari hak syirb, maka jenis air dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.
a. Air
umum yang tidak dimiliki oleh seseorang, misalnya air sungai,
rawa-rawa, telaga, dan lainnya. Air milik bersama (umum) boleh digunakan
oleh siapa saja dengan syarat tidak memadharatkan orang lain.
b. Air
di tempat yang ada pemiliknya, seperti sumur yang dibuat oleh seorang
untuk mengairi tanaman di kebunnya, selain pemilik tanah tersebut tidak
berhak untuk menguasai tempat air yang dibuat oleh pemiliknya. Orang
lain boleh mengambil manfaat dari sumur tersebut atas srizin pemilik
kebun.
c. Air
yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh pemiliknya, dipelihara
dan disimpan di suatu yang telah disediakan, misalnya air di kolam,
kendi, dan bejana-bejana tertentu.
E. Klasifikasi Pemilikan[5]
Dalam Fiqh Muamalah, milik terbagi dua :
1)
Milk tam, yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya
sekaligus, artinya baik benda dan kegunaannya dapat dikuasai. Pemilikan
tam bisa diperoleh salah satunya melalui jual beli.
2)Milk
naqishah, yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda
tersebut, yaitu memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya yang disebut
raqabah atau memiliki manfaatnya saja tanpa memiliki bandanya yang
disebut milik manfaat atau hak guna pakai dengan cara i’arah, wakaf, dan
washiyah.
Dari segi tempat, milik terbagi menjadi 3 :
Dari segi tempat, milik terbagi menjadi 3 :
1)
Milk al ’ain / milk al raqabah : memiliki semua benda, baik benda tetap
(ghair manqul) dan benda-benda yang dapat dipindahkan (manqul). Contoh :
pemilikan rumah, kebun, mobil dan motor.
2) Milk al manfaah : seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda. Contoh : benda pinjaman, wakaf, dll.
3)Milk
al dayn : pemilikan karena adanya utang. Contoh : sejumlah uang
dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan.
Dari segi cara berpautan milik dengan yang dimiliki (shurah) milik dibagi 2 :
Dari segi cara berpautan milik dengan yang dimiliki (shurah) milik dibagi 2 :
1) Milk al mutamayyiz : sesuatu yang berpautan dengan
yang lain, yang memilki batasan-batasan, yang dapat memisahkannya dari
yang lain. Contoh : antara sebuah mobil dan seekor kerbau sudah jelas
batas-batasnya.
2)
Milk al syai’ atau milk al musya : milik yang berpautan dengan sesuatu
yang nisbi dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecilnya
kumpulan itu. Contoh : memiliki sebagian rumah, seekor sapi yang dibeli
oleh 5 orang untuk disembelih dan dibagikan dagingnya.
Hak milik dalam islam dapat di lihat sebagai berikut :[6]
1. Hak Milik Berdasarkan Bentuk (ya’tibari mahali)
A. Kepemilikan yang didasari dari bentuk barangnya.
1. Kepemilikan barang (Milkiyatun al-’ain)
a. Barang yang dapat dipindah (al-mangkulah), barang yang dapat berpindah-pindah contohnya adalah tas.
b. Perhiasan
(al-ma’ta), perhiasan yang memiliki nilai jual bagi pemiliknya, seperti
emas, berlian yang suatu hari dapat dijual kembali.
c.Hewan (al-haiwan), barang yang berbentuk hewan, seperti sapi, kambing.
d.Tetap (al-’uqar) barang tetap tidak dapat berpindah-pindah seperti tanah, gedung.
B. Kepemilikan
manfaat (Milkiyatun manfaat) kepemilikan berdasarkan manfaatnya,
seperti buku, karena buku dimiliki bukan berdasarkan kertasnya, cover
melainkan karena manfaatnya.
C. Kepemilikan hutang (Milkiyatun al-adiyan), kepemilikan yang berkaitan dengan hutang dan kredit-kredit lainnya.
2. Hak Milik Berdasarkan Penuh atau Tidak (ma yatsa tamaw naquson)
a.Hak Penuh (milkiyatun tammah), kepemilikan yang sudah penuh haknya, seperti pemilik dari rumahnya sendiri.
b. Hak
Milik tidak Penuh (milkiyatun ann-uqsah), kepemilikan yang masih
tergantung orang lain, misalnya ahli waris yang pewarisnya belum wafat.
3. Hak milik berdasarkan keterpautan (ba ‘a tabara sowaro tohha)
a.Milkiyatun
mutamaziyah, yaitu adanya batasan-batasan, kejelasan perbedaan antara
mobil dan rumah, jika di halaman rumah terparkir mobil belum tentu
itu adalah mobil dari pemilik rumah, bisa saja itu mobil milik tamu,
karena ada kejelasan perbedaan antara mobil dan rumah.
b.Milkiyatun
sya-i’ah, yaitu adanya pembagian dari keseluruhan, adanya pembagian,
contohnya dalam hal investasi seriap investor memiliki bagiannya
tersendiri di perusahaan, maka kepemilikan perusahaan tersebut
dibagi-bagi.
Adapun factor-faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain :
1.
Ikraj al muhabat, untuk harta yang mubah (belum dimiliki seseorang)
atau harta yang tidak termasuk dalam harta yang dihormati (milik yang
sah) dan tidak ada penghalang syara’ untuk dimiliki. Untuk memiliki
benda-benda mubahat diperlulkan dua syarat yaitu :
a. Benda mubahat belum diikrazkan oleh orang lain
b. Adanya niat (maksud) memiliki
b. Adanya niat (maksud) memiliki
2. Khalafiyah ialah:
حلول شخص او شئ جديد محل قديم زائل فى الحقوق
“Bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru bertempat di tempat yang lama, yang telah hilang berbagai macam haknya”.
Khalafiyah ada dua macam :
a).
Khalafiyah syakhsyi ‘an syakhsyi yaitu si waris menempati tempat si
muwaris dalam memiliki harta-harta yang ditinggalkan oleh muwaris. Harta
yang ditinggalkan oleh muwaris disebut firkah.
b). Khalafiyah syai’an syai’an yaitu apabila seseorng merugikan milik orang lain atau
menyerobot barang orang lain, kemudian rusak ditanganya atau hilang.
Maka wajiblah dibayar harganya dan diganti kerugian. Kerugian
pemilikharta.
3. Tawallud mim mamluk, yaitu segala yang terjadi dari benda yang dimiliki hak bagi yang memiliki benda tersebut.
4.
Karena penguasa terhadap milik Negara atas pribadi yang sudah lebih
dari 3 tahun di ruang lingkup hak dalam islam. Milik yang di bahas dalam
fiqih muamalah secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
sebagai berikut :
1.Milk tam yaitu suatu kepemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya
sekaligus, artinya bentuk benda dan kegunaanya dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh dengan banyak cara misalnya jual beli.
2.Milk naqishah, yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari
benda tersebut. Memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya atau memiliki
manfaatnya saja tanpa memilikizatnya.
Milk
naqishah yang berupa penguasaan terhadap zat barang (benda) disebut
milk raqabah. Sedangkan milk naqish yang berupa penguasaan terhadap
kegunaanya saja disebut milk manfaat/hak guna pakai.
Dilihat dari Segi Mahal (tempat) milik dibagi menjadi 3
1. Milk
al ‘ain atau milk al raqabah, yaitu memiliki semua benda baik benda
tetap (ghair manqul) maupun benda-benda yang dapat dipindahkan (manqul)
seperti pemilikan terhadap rumah, kebun, mobil, motor dll.
2. Milk manfaah, yaitu seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda. Seperti benda hasil meminjam, wakaf dll.
3. Milk
al dayn, yaitu pemilikan karena adanya utang. Misalnya sejimlah uang
yang dipinjamkan kepada seseorang/pengganti benda yang dirusakkan.
Dari Segi Shurah (cara berpautan milik dengan yang dimiliki) milik dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Milk al mutamayyiz
ما تعلق بشئ متعيد ذي حدود تفصله من سواه
“Sesuatu yang berpautan dengan yang lain, yang memiliki batasan-batasan yang dapat memisahkanya dari yang lain”.
Misalnya : antara sebuah mobil dan seekor kerbau
2. Milik al sya’I atau milik al musya yaitu :
Misalnya : antara sebuah mobil dan seekor kerbau
2. Milik al sya’I atau milik al musya yaitu :
الملك المتعلق بجزء نسبي غير معيذ من مجموع الشبئ مهما كان ذلك الجزء كبيرا او صغيرا
“Milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi dari kumpulan sesuatu, betapabesar/betapa kecilnya kumpulan itu”.
Misalnya memiliki seekor sapi yang dibeli oleh 40 orang, untuk disembelih dan dibagikan dagingnya.
F. Beberapa Prinsip Pemilikan[7]
Pemilikan
dalam berbagai jenis dan corak sebagaimana yang telah disampaikan di
muka memiliki beberapa prinsip yang bersifat khusus.Prinsip tersebut
berlaku dan mengandung implikasi hukum pada sebagian jenis pemilikan
yang berbeda pada sebagian pemilikan lainnya. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagaimana disampaikan di bawah ini.
Prinsip pertama .
ان الملك العين يستلزم مبد ئيا ملك المنفعة ولاعكس
‘’pada prinsipnya milk al-‘ain (pemilikan atas benda) sejak awal disertai milk almanfaat (pemilikan atas manfaat), dan bukan sebaliknya’’.
Maksudnya,
setiap pemilikan benda pasti diikuti dengan pemilikan atas
manfaat.Dengan pada prinsip setiap pemilikan atas benda adalah milk
al-tam (pemilikan semourna). Sebaliknya,setiap pemilikan atas manfaat tidak mesti diikuti dengan pemilikan atas bendanya,sebagaimana yang terjadi pada ijarah (persewaan) atau I’arah (pinjaman).
Dengan
demikian pemilikan atas suatu benda tidak dimaksudkan sebagai pemilikan
atas zatnya atau materinya, melainkan maksud dari pemilikan yang
sebenarnya adalah pemanfaatan suatu barang.Tidak ada artinya pemilikan
atas suatu harta (al-mal) jika harta tersebut tidak mempunyai manfaat.Inilah prinsip yang dipegang teguh oleh fuqaha’ Hanafiyah ketika mendefiniskan al-mal (harta) sebagai benda materi bukan manfaatnya.Menurut fuquha’ hanafiyah manfaat merupakan unsur utama milkiyah (pemilikan).
Prinsip kedua
ان اول ملكية تثبت على الشيئ الذى لم يكن مملو كا قبلها انما تكون دائما ملكية تامّة
‘’pada prinsipnya pemilikan awal pada suatu benda yang belum pernah dimiliki sebelumnya senantiasa sebagai milk al-tam (pemilikan sempurna)’’.
Yang dimaksud dengan pemilikan pertama adalah pemilikan diperoleh berdasarkan prinsip ihraz al-mubahat dan dari prinsip tawallud minal-mamluk.
Pemilikan sempurna seperti ini akan terus berlangsung sampai ada
peralihan pemilikan. Pemilik awal dapat mengalihkan pemilikan atas banda
dan sekaligus manfaatnya melalui jual-beli,hibbahdan cara lain yang menimbulkan peralihan milk al-tam kepada pihak lain,mengalihkan manfaat saja atau bendanya saja kepada orang lain ini merupakan pemilikan naqish.
Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pemilikan sempurna adakalanya diperoleh melalui pemilikan awal (ihraz al-mubahat dan al-tawallud), sedang pemilikan naqish hanya dapat diperoleh melalui sebab peralihan dari pemilik awal, yakni melalui akad.
Prinsip ketiga
ان ملكية العين لاتقبل التوقبت اما ملكية المنفعة فالاصل فيها التوقيت
‘’pada prinsipnya pemilikan sempurna tidak dibatasi waktu, sedang pemilikan naqish dibatasi waktu’’.
Milk al-‘ain berlaku sepanjang saat (mu’abbadah)
sampai terdapat akad yang mengalihkan pemilikan kepada orang lain.Jika
tidak muncul suatu akad baru dan tidak terjadi khalafiyah, pemilikan
terus berlanjut. Adapun milk al-manfaat
yang tidak disertai pemilikan bendanya berlaku dalam waktu yang
terbatas,sebagaimna yang berlaku pada persewaan, peminjaman, wasiat
manfaat selama batas waktu yang telah ditentukan maka berakhirlah milk-al manfaat.
Batas waktu dalam milk al manfaat ini jika bersumber dari akad mu’awwadhah seperti ijarah (persewaan) maka sebelum berakhir batas waktunya pemilik benda tidak berhak menuntut pengembalian,karena sesungguhnya ijarah merupakan bai’ al-manfaat (jual beli atas manfaat) dalam batasan waktu tertentu. Apabila milk al-manfaat tersebut bersumber dari akad tabbaru’ seperti pada I’arah
(peminjaman), biasanya tidak diikuti batas waktu yang pasti. Namun pada
umumnya pihak yang meminjamkan menghendaki pengembalian dalam waktu
dekat, sehingga setiap saat ia dapat meminta pengembalian benda yang
dipinjamkannya.
Sekalipun demikian para fuquha’ juga memperhatikan batas waktu pengembalian ‘ariyah
yang menimbulkan kerugian pada pihak peminjam.Seperti jika seorang
pemilik meminjamkan tanah untuk kepentingan bercocok tanam, berkebun
atau untuk mendirikan bangunan.Kemuadian pemilik menghendaki
pengembalian tanah tersebut sebelum pekerjaan tersebut diselesaikan. Mengenai hal ini fuquha’ menetapkan kebijakan dengan perincian perkasus,sebagaimana berikut ini.
(i) Dalam
kasus pinjaman untuk pertanian,pemilik tanah tidak berhak menuntut
pengembalian sebelum masa panen, sebab pertanian berlangsung dalam satu
musim tanam. Berbeda dengan kasus persewaan tanah untuk pertanian. Dalam
hal ini penggunaan melebihi kasus persewaan tanah untuk pertanian.
Dalam hal ini penggunaan melebihi batas waktu sampai masa panen diganti
dengan penambahan ongkos sewa. Dengan cara demikian terpeliharalah hak
pemilik sedang pihak penyewa tidak dirugikan.
(ii) Dalam kasus pinjaman untuk tujuan perkebunan dan untuk mendirikan bangunan,pemilik tanah berhak menarik kembali tanahnya setiap saat ia suka.
Ketika itu peminjam wajib mencabut kebun atau merobohkan bangunan dan
menyerahkan tanah kepada pemiliknya dalam keadaan kosong. Karena
perkebunan pendirian bangunan berlangsung tidak terbatas masa tertentu,
tidak seperti pertanian yang berakhir dengan masa panen. Namun jika
sejak semula pinjaman tersebut dibatasi dengan waktu, sedang pemilik
menarik kembali tanahnya sebelum usaha yang dilakukan pihak pinjaman
selesai dilakukan, maka pemilik benar-benar telah berbuat curang (gharar)
yang sangat merugikan. Dalam kasus sepeti ini pihak peminjam berhak
menuntut kerugian yang terhitung sejak pengosongan tanah sampai batas
akhir waktu, dengan mempertimbangakan harga jual bangunan atau
perkebunan.
Prinsip keempat
ان ملكية الاعيان لاتقبل الاسقاط وانما يقبل النقل
‘’pada prinsipnya pemilikan benda tidak dapat digugurkan,namun dapat dialihkan atau dipindah’.
Sekalipun
seseorang bermaksud menggugurkan hak miliknya atas suatu barang, tidak
terjadi pengguguran, dan pemilikan tetap berlaku baginya. Berdasarkan
prinsip ini islam melarang sa’ibah (litt.melepaskan),yaitu
perbuatan semata menggugurkan atau melepaskan suatu milik tanpa
pengalihan kepada pemilik baru. Secara umum perbuatan ini termasuk dalam
kategori tabdzir (menyia-nyiakan) karunia tuhan.
Prinsip kelima
ان الملكية الشائعة فى الاعيان المادية هي فى الاصل كالملكية المتميزة المعينة فى قابلية التصرّف الالمانع
‘’pada prinsipnya mal al-masya’ (pemilikan campuran) atas benda materi, dalam hal tasharruf, sama posisinya dengan milk al-mutayyaz, kecuali ada halangan (al-mani)’’.
Berdasarkan prinsip ini diperbolehkan menjual bagian dari milik campuran,mewakafkan atau berwasiat atasnya. Karena tasharruf
atas sebagian harta campuran sama dengan bertasharruf atas pemilikan
benda secara keseluruhan. Kecuali bertasharruf dengan tiga jenis akad: rahn(jaminan utang), hibah dan ijarah (persewaan). Halangan bertasharruf pada rahn dikarenakan tujuan rahnadalah sebagai agunan pelunasan hutang, sehingga marhun (benda agunan)harus diserahkan kepada murtahin (pemegang gadai/agunan). Yang demikian tidak sah dilakukan atas sebagian dari milik campuran.
Halangan bertasharruf dengan hibbah dikarenakan kesempurnaan hibbah harus disertai penyerahan (aq-qabdhu), sedang penyerahan hanya dapat dilakukan pada milk al-mutayyaz.(harta dapat dipisahkan dari yang lainya). Adapun halangan tasharruf dengan ijarah,menurut pandangan fuquha’ hanafiyah adalah jika akad ijarah tersebut dilakukan terhadap sebagian dari harta campuran.namun jika ijarah dilakukan oleh masing-masing sekutu atas keseluruhan harta campuran, yang demikian ini tidak ada halangan.
Prinsip keenam
ان الملكية السائعة فى الديون المشتركة و هي متعلقة بالذمم لاتقبل القسمة
‘’pada prinsipnya milik campuran atas hutang bersama yang berupa suatu beban pertanggungan tidak dapat dipisah-pisahkan’’.
Apabila pemilikan atas hutang berserikat telah dilunasi (diserahkan) maka telah berubah menjadi milk al-‘ain bukan lagi sebagai milk al-dain.Kemudian
dapat dilakukan pembagian bagi masing-masing pemiliknya, sebagaimana
yang dapat dilakukan terhadap setiap harta campuran yang dapat menerima
pembagian.
Berdasarkan
prinsip ini, apabila salah seorang dari sejumlah orang yang memiliki
piutang bersama menerima pelunasan hutang yang sepadan dengan bagian
yang dimilikinya, maka pelunasan tersebut harus dibagi di antara
sekutunya.Sebab kalau seorang di antara mereka dapat melepaskan diri
dari sekutunya dalam hal pelunasan hutang harus dinyatakan sebelumnya
bahwa telah terjadi pembagian atas piutang bersama dalam bentuk
pertanggungan sehingga tidak lagi sebagai piutang bersama, melainkan
telah berubah menjadi piutang mumayyazah.Demikianlah maksud dari
‘’piutang bersama tidak dapat pisah-pisahkan’’.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Setiap
manusia memiliki kebutuhan, sehingga sering terjadi pertentangan
kehendak. Untuk menjaga keperluan manusia agar tidak melanggar hak-hak
orang lain, maka timbulah hak-hak diantara sesama manusia, lebih
tepatnya hak kepemilikan.
Sesuai
dengan apa yang telah dipaparkan di atas, bahwa perbedaan hak dan
pemilik adalah tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan tidak
semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki. Setiap
pemilikan benda pasti diikuti dengan pemilikan atas manfaat.Dengan pada
prinsip setiap pemilikan atas benda adalah milk al-tam (pemilikan sempurna). Sebaliknya,setiap pemilikan atas manfaat tidak mesti diikuti dengan pemilikan atas bendanya,sebagaimana yang terjadi pada ijarah (persewaan) atau I’arah (pinjaman).
Dengan
demikian pemilikan atas suatu benda tidak dimaksudkan sebagai pemilikan
atas zatnya atau materinya, melainkan maksud dari pemilikan yang
sebenarnya adalah pemanfaatan suatu barang.Tidak ada artinya pemilikan
atas suatu harta (al-mal) jika harta tersebut tidak mempunyai manfaat.Inilah prinsip yang dipegang teguh oleh fuqaha’ Hanafiyah ketika mendefiniskan al-mal (harta) sebagai benda materi bukan manfaatnya.Menurut fuquha’ hanafiyah manfaat merupakan unsur utama milkiyah (pemilikan).
B. SARAN
Konsep
hak milik ini telah diatur sedemikian rupa sesuai dengan aturan yang
ada di agama islam. Sebaiknya konsep ini tidak hanya tertulis saja,
namun dapat diaplikasikan pada kehidupan yang nyata.
Didukung
penduduknya yang sebagian besar muslim bahkan terbesar didunia dan
pemenuhan perangkat yang dibutuhkan, diharapkan perkembangan serta
pengaplikasian konsep hak milik ini bisa lebih maju dari negara – negara
lain di dunia.
Diharapkan pembaca dapat memanfaatkan informasi tentang konsep hak milik ini untuk bekal karier di masa depan.
[6] . httpblog.umy.ac.idrodes2008ringkasan-materi-fiqih-muamalah
[7] .Ghufron A dan Mas ‘Adi,Fikih Muamalah Kontektual(Jakarta:PT Raja Grafindo Perdana,2002),
h. 68-74
..................................................................................
.............................................................................................
Refil Lem Tembak Murah
Merk Eagle Panjang 27 cm
085642598085 WA
553fd37b BBM
(Free Ongkir*)
Harga refil lem tembak disini sangat cocok untuk dijual lagi .....cek dulu harga dibawah ya....
HauroShop menyediakan berbagai macam perlengkapan aksesoris (lem tembak ukuran kecil dan besar, kain flanel, benang sulam, benang jahit, alat lem tembak, gunting, pita, dll).
Melayani kirim pesanan ke seluruh kota.
Harga isi Lem Tembak Kecil Bening Kekuningan (isi -+ 92, panjang 27 cm) dan lem tembak besar Bening Kekuningan (isi 30-35, panjang 27 cm) Hanya Rp. 66.00/kg.
Fast Respon:
085642598085 (Telp/SMS/WA)
553FD37B (Pin BB)
*Free ongkir untuk berat 25 kg (untuk refil lem tembak) (wilayah jawa, JABODETABEK)
No comments:
Post a Comment