MANAJEMEN ZAKAT MELALUI KELEMBAGAAN ‘AMIL
MANAJEMEN ZIS
Ahmad Rizza Habibi
NIM : 4.44.11.0.01
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
MANAJEMEN ZAKAT MELALUI KELEMBAGAAN ‘AMIL
1. Pengertian Zakat
Menurut Bahasa(lughat),
zakat berarti : tumbuh; berkembang; kesuburan atau bertambah (HR. At-Tirmidzi)
atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10)
Menurut Hukum Islam (istilah syara'),
zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu,
menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu
(Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy)
http://www.zakatcenter.org/index.php/seputarzakat
2. Peran dan
Kedudukan Zakat dalam Sistem Ekonomi Islam
Al-Ahnaf dan Sufyan as-Saury berpendapat bahwa si pemilik harta lebih
berhak memilih ashnaf mana yang akan diberikan zakat. Sementara Imam Syafi’i
berpendapat bahwa kedelapan asnaf itu berserikat dalam harta, karena itu
masing-masing mempunyai hak yang sama, tidak boleh ada yang tertinggal. (Mahmud
Aziz Siregar [1999], hlm. 83) Jika kita mengambil pemahaman dari kedua pendapat
itu, jelas bahwa dalam hal kedudukan lembaga amil zakat dalam Islam, para ulama
memiliki pandangan-pandangan yang berbeda. Al-Ahnaf dan Sufyan as-Saury
menerangkan bahwa zakat lebih baik disalurkan oleh muzaki sehingga pemilihan
ashnaf menjadi hak bagi si muzaki. Sementar pendapat Syafi’i, semua ashnaf tidak
boleh satu pun tertinggal. Dengan kata lain, dikarenakan dalam ashnaf terdapat
amilin, zakat mesti dihimpun dan diurus oleh amilin sehingga bagian amilin
menjadi tersalurkan.
Terjadinya permasalahan seperti ini lantaran secara nash sendiri
tidak ada ayat atau hadits yang secara eksplisit menyatakan harus, tidak boleh
atau sunatnya hukum mengadakan amil dalam zakat.
Pada zaman Rasulallah shallallahu 'alaihi wasallam, zakat
merupakan harta yang dianjurkan untuk diambil oleh para shahabat yang
diutusnya. Rasulallah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus
para wakilnya untuk mengumpulkan zakat dari orang kaya dan membagikannya kepada
para mustahiq. Pada zaman abu Bakar dan Umar Bin Khattab pun demikian, harta
zakat, baik itu yang sifatnya dzahir (tanaman, buah-buahan,
dan ternak) maupun harta bathin (harta emas, perak, perniagaan
dan harta galian), semuanya mesti dihimpun dan dibagikan oleh amilin. Baru pada
zaman khalifah Utsman, meskipun awalnya mengikuti jejak orang-orang sebelumnya,
dikarenakan melimpahnya harta bathin ketimbang harta dzahir disamping banyaknya
kaum muslimin yang gelisah dikala diadakan pemeriksaan serta pengawasan
terhadap hartanya, keputusan untuk menyerahkan wewenang pelaksanaan zakat dari
harta bathin kepada para muzaki pun diberlakukan.(Ibid) Dari semenjak
ini tumbuhlah berbagai pemahaman dan pandangan mengenai keharusan zakat dikelola
oleh amilin atau individu atau sebagian harta oleh individu dan sebagiannya
harus oleh amilin.
Yang jelas dari permasalahan ini, kita dapat menilai kalau dalam penetapan
masalah amilin terdapat lahan bagi para fuqaha juga cendikiawan Islam untuk berijtihad
seperti yang telah dilakukan oleh shahabat dan Khulafa ar-Rasyidin, Utsman Bin
Affan. Jika ibadah yang kita lakukan merasa lebih baik untuk disalurkan
langsung oleh kita kepada mustahiqnya, dikarenakan situasi dan kondisi yang
tidak memungkinkan atau terancamnya keamanan ibadah zakat, maka hal itu
diperbolehkan. Namun jika terdapat umara (pemimpin atau ulama) yang dapat
dipercaya dan mentaati umara itu lebih utama, di samping
terdapatnya kelebihan-kelebihan nilai yang dimiliki zakat jika disalurkan lewat
amilin, maka tentu zakat lebih baik disalurkan lewat amilin. Sementara dalam
teknis penghitungan jumlah harta serta zakatnya sendiri, banyak kebijakan dari
para lembaga amilin yang memperbolehkan oleh muzaki sendiri atau dikerjakan
oleh amilin.
3. Jenis,
Nishab dan Khoul Zakat
4. Muzaki
dan Mustahiq
5. Pelembagaan
Amil Zakat dan Landasan Hukumnya
6. STO
Lembaga Amil Zakat
7. Program
Kerja Lembaga Amil Zakat
8. Strategi
Fundising Zakat
9. Strategi
Penyaluran dan optimalisasi Manfaat Zakat
10. Sistem Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Lembaga Amil Zakat
No comments:
Post a Comment