FIKIH MUAMALAH
Oleh:
1. Arina Nur Azka (02)
2. Farikha Amilahaq (07)
3. Khafid Ikmaluddin (12)
4. Novi Astuti Istiarini (17)
5. Salma Fathiya Ma’arifa (21)
6. Yahya Pamungkas Aji (25)
1. Arina Nur Azka (02)
2. Farikha Amilahaq (07)
3. Khafid Ikmaluddin (12)
4. Novi Astuti Istiarini (17)
5. Salma Fathiya Ma’arifa (21)
6. Yahya Pamungkas Aji (25)
Kelas 1
PS-A
POLITEKNIK
NEGERI SEMARANG
TAHUN
PELAJARAN 2011/2012
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb..
Alhamdulillah hirabbil ‘alamin, segala puji hanya untuk Allah SWT atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah Akad
guna memenuhi tugas tak terstruktur dalam mata pelajaran Fikih Muamalah. Tak
lupa shalawat serta salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. yang kita
tunggu shafa’atnya di Yaumul Akhir nanti.
Makalah ini berisi pengertian akad, rukun dan syarat akad, dan masih banyak
lagi, dimana ini merupakan materi dasar tentang akad. Maka dari itu, insya
Allah akan sangat berguna bagi para pemula dan pelajar untuk belajar akad dari
awal, dan juga berguna bagi yang sudah memahami akad, untuk pengingat-ingat materi
yang telah lalu.
Dengan demikian, dengan disusunnya makalah Akad ini penyusun berharap kita
semua dapat mengenal akad secara umum. Yang mana ini merupakan dasar dari
berbagai jenis akad seperti akad nikah, akad jual beli, dan lain sebagainya. Supaya
kita insya Allah dapat lebih mudah dalam memahami jenis-jenis akad beserta
aturan-aturan spesifiknya.
Dalam penyusunan makalah Akad ini penyusun tidak dapat luput dari
kesalahan-kesalahan baik secara penyusunan yang benar maupun secara isi. Maka
dari itu penyusun meminta maaf sebanyak-banyaknya atas kekhilafan penyusun. Tak
lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaan pembaca untuk
membaca, dan ikut membantu mengoreksi makalah ini.
Semoga makalah akad ini bermanfaat. Akhir kata, wassalamu’alaikum wr. wb..
Oktober 2011
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan manusia sangat beragam,
sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus
berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain
dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan
kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan
dalam rangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk
berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah yang sudah
ditakdirkan oleh Allah. Karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia
mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan
universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat
diimplementasikan dalam setiap masa.
Dalam pembahasan fikih, akad atau
kontrak yang dapat digunakan bertransaksi sangat beragam, sesuai dengan
karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada. Maka dari itu, dalam makalah
ini penyusun akan mencoba untuk menguraikan mengenai banyak hal yang terkait
dengan akad dalam pelaksanaan muamalah di dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian akad?
2. Aspek Syariah apa saja yag ada dalam akad?
3. Apa saja rukun dan syarat akad?
4. Macam-macam syarat akad ada apa saja?
5. Bagaimana pembagian macam-macam akad?
6. Bagaimana berakhirnya akad?
D. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah Akad ini adalah
antara lain:
1. Menambah pengetahuan pembaca tentang ilmu fikih
muamalah terutama bab akad.
2. Memahami secara umum tentang akad, rukun akad, syarat
akad, pembagian macam akad, dan lain sebagainya tentang akad.
3. Memenuhi tugas tak terstruktur dalam pelajaran Fikih
Muamalah, kelas 1 PS-A.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad
Dalam bahasa Arab istilah akad memiliki beberapa
pengertian namun semuanya memiliki kesamaan makna yaitu mengikat dua hal. Dua
hal tersebut bisa konkret, bisa pula abstrak semisal akad jual beli.
Sedangkan secara istilah akad adalah menghubungkan
suatu kehendak suatu pihak dengan pihak lain dalam suatu bentuk yang
menyebabkan adanya kewajiban untuk melakukan suatu hal. Contohnya adalah akad
jual beli.
Disamping itu, akad juga memiliki makna luas yaitu
kemantapan hati seseorang untuk harus melakukan sesuatu baik untuk dirinya
sendiri ataupun orang lain. Berdasarkan makna luas ini maka nadzar dan sumpah
termasuk akad.
Akad dengan makna luas inilah yang Allah inginkan
dalam firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu." (Qs. al Maidah:
1)[1]
B. Aspek Syariah Akad
Dalam perbankan syariah semua aturan bukan hanya
terpaku pada peraturan-peraturan dari pihak pemerintah, akan tetapi peraturan
dari Al-quran dan As-sunah yang paling utama, sehingga memiliki konsekuensi
duniawi dan ukhrawi. Ketentuan-ketentuan akad dalam melakukan transaksi di
perbankan syariah diantaranya :
1. Rukun, seperti:
penjual, pembeli, barang, harga, akad/ijab-qabul
2. Syarat, diantaranya
:
a. Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas
barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
b. Harga barang dan jasa harus jelas.
c. Tempat penyerahan harus jelas karena akad berdampak
pada biaya transportasi
d. Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam
kepemilikan. Tidak boleh menual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai
seperti yang terjadi pada transaksi.[2]
C. Rukun dan Syarat Akad
Rukun Akad
Beberapa hal yang dipandang sebagai rukun akad oleh jumhur ulama’ yaitu:
1. Al aqidain
Al aqidain, atau pihak-pihak yang melakukan akad harus
memenuhi persyaratan kecakapan bertindak hukum (Mukallaf). Apabila
pemilik objek adalah orang yang tidak cakap bertindak hukum seperti orang gila,
syafih, anak kecil yang belum mumayyis, maka akadnya harus dilakukan oleh
walinya.
Agar aqidain dapat dianggap cakap melakukan perbuatan
hukum, harus memenuhi prinsip kecakapan (ahliyatul
aqid) melakukan akad untuk diri sendiri, atau karena mendapat kewenangan
melakukan akad (al wilayatul aqid)
menggantikan orang lain berdasarkan perwakilan (wakalah).
2. Mahallul aqad (objek akad)
Mahallul ‘aqad dapat menerima hukum akad, artinya pada
setiap akad berlaku ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan objeknya,
apakah dapat dikenai hukum akad atau tidak. Syarat umum mengenai objek adalah:
(a)Berbentuk harta, (b)dimiliki oleh seseorang, dan (c)bernilai harta dalam
pandangan syara’.
Jumhur ulama’ menambahkan ketentuan umum harus suci
objeknya.
Syarat-syarat mahallul aqad
1. Objek akad tersedia ketika terjadi akad
2. Mahal al aqd / ma’qud alaihi dibenarkan oleh syara’
3. Mahal Al Aqd harus jelas dan diketahui oleh aqidain
4. Objek akad harus suci.[3]
3.
Maudhu’ul akad (tujuan akad)
Yang dimaksud dengan maudhu’ul akad adalah tujuan dan
hukum yang mana suatu akad disyariatkan untuk tujuan tersebut. Untuk satu jenis
akad tujuan yang hendak dicapainya satu, dan untuk jenis akad lainnya berlaku
tujuan yang berbeda.[4]
4. Sighat akad (ijab dan qabul)
Sighat akad adalah ungkapan yang menunjukkan
kesepakatan dua belah pihak yang melakukan akad dan kesepakatan tersebut
lazimnya terjadi melalui formula akad (sighat
al aqd). Nah, disini dia sebagai unsur akad yang paling penting, bahkan
dalam pandangan fuqaha’ hanafiyah suatu akad adalah identik dengan sighatnya.
Sighat akad yang terdiri dari ijab dan qabul sesungguhnya merupakan ekspresi
kehendak (iradah) yang menggambarkan kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak
atas hak dan kewajiban yang ditimbulkan dari perikatan akad.
Syarat-syarat sighat aqad:
a. Ijab dan qabul harus jelas (dinyatakan dengan ungkapan yang jelas dan
pasti maknanya) sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki.
b. Adanya kesesuaian maksud antara ijab dan qabul. Pernyataan qabul
dipersyaratkan adanya keselarasan atau persesuaian terhadap ijab dalam banyak
hal.
c. Ijab dan qabul mencerminkan kehendak masing-masing pihak secara pasti,
tidak ragu-ragu dan tidak menunjukkan adanya unsur keraguan dan paksaan.
d. Ijab dan qabul harus bersambung, maksudnya ijab dan qabul dilakukan
dalam satu majlis.
Syarat-syarat Akad
a. Syarat terjadinya akad
Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang
disyaratkan untuk terjadinya akad secara syara’. Jika tidak memenuhi syarat
tersebut, akad menjadi batal. Syarat ini terbagi atas dua bagian:
1) Umum, yakni syarat-syarat yang harus ada pada setiap
akad.
Syarat-syarat
umum yang harus dipenuhi dalam setiap akad adalah:
• Pelaku
akad cakap bertindak (ahli).
• Yang dijadikan
objek akad dapat menerima hukumnya.
•
Akad itu diperbolehkan syara' dilakukan oleh orang yang berhak melakukannya
walaupun bukan aqid yang memiliki barang.
•
Akad dapat memberikan faidah sehingga tidak sah bila rahn dianggap imbangan
amanah.
•
Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Oleh karenanya
akad menjadi batal bila ijab dicabut kembali sebelum adanya kabul.
•
Ijab dan kabul harus bersambung, sehingga bila orang yang berijab berpisah
sebelum adanya qabul, maka akad menjadi batal.
2) Khusus, yakni syarat-syarat yang harus ada pada
sebagian akad, dan tidak disyaratkan pada bagian lainnya.
Yakni syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad. Syarat ini
juga sering disebut syarat idhafi (tambahan yang harus ada disamping syarat-syarat
yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan).[5]
b. Syarat sah akad
Adalah segala sesuatu yang disyaratkan syara’ untuk
menjamin dampak keabsahan akad. Jika tidak terpenuhi, akad tersebut rusak.
Ada kekhususan syarat sah akad pada setiap akad.
Ulama’ hanafiyah mensyaratkan terhindarnya seseorang dari enam kecacatan dalam
jual-beli, yaitu kebodohan, paksaan, pembatasan waktu, perkiraan, ada unsure
kemadharatan, dan syarat-syarat jual beli rusak
c. Syarat Pelaksanaan Akad
Dalam pelaksanaan akad, ada dua syarat, yaitu
kepemilikan dan kekuasaan. Maksud kepemilikan adalah sesuatu yang dimilki oleh
seseorang sehingga ia bebas beraktivitas dengan apa-apa yang dimilkinya sesuai
dengan aturan syara’. Adapun kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam
bertasharuf sesuai dengan ketetapan syara’, baik secara asli, yakni dilakukan
oleh dirinya, maupun sebagai penggantian (menjadi wakil seseorang).
Dalam hal ini, disyaratkan antara lain:
1. Barang yang dijadikan akad harus kepunyaan orang
yang akad, jika dijadikan, maka sangat bergantung kepada izin pemiliknya yang
asli.
2. Barang yang dijadikan tidak berkaitan dengan
kepemilikan orang lain
d. Syarat kepastian Hukum
Dasar dalam akad adalah kepastian. Diantara syarat
luzum dalam jual-beli adalah terhindarnya dari beberapa khiyar jual-beli,
seperti khiyar syarat, khiyar aib, dan lain-lain. Jika luzum tampak, maka akad
batal atau dikembalikan.
D.
Macam-macam Syarat Akad
Syarat adalah sesuatu yang menyebabkan terwujudnya
sesuatu namun syarat tidak termasuk dalam bagian dari sesuatu tersebut atau
sesuatu yang diluar hakikat sesuatu tersebut. Syarat Akad ada empat (4) acam,
yaitu”:
1)
Syarat In’iqad (شروط
الإنعقاد) adalah syarat yang menentukan
terlaksananya suatu akad. Bila salah satu saja syarat ini tidak terpenuhi maka
akad nikah batal. Contoh, orang yang berakad harus cakap hukum.
2)
Syarat Shihah (شروط
الصحة) adalah syarat yang menentukan
dalam suatu akad yang berkenaan dengan akibat hukum,
dalam artian jika syarat tersebut tidak dipenuhi maka menyebabkan tidak sahnya
suatu pernikahan. Contoh, mahar dalam pernikahan, tidak sah pernikahan tanpa
adanya mahar.
3)
Syarat Nifaadz (شروط
النفاذ) adalah syarat yang menentukan
kelangsungan suatu akad, jika syarat ini tidak
terpenuhi maka menyebabkan fasad-nya pernikahan. Contoh, wali nikah
adalah orang yang berwenang untuk menikahkan.
4)
Syarat Luzum (شروط
اللزوم) adalah syarat yang menentukan kepastian suatu akad dalam arti
tergantung kepadanya kelanjutan berlangsungnya suatu akad sehingga dengan telah
terdapatnya syarat tersebut tidak mungkin akad yang sudah berlangsung itu
dibatalkan. Hal ini berarti selama syarat itu belum terpenuhi akad dapat
dibatalkan, seperti suami harus sekufu dengan istrinya.[6]
E.
Pembagian Macam-macam Akad
Diantara macam-macam aqad adalah:
1. Berdasarkan adanya unsur lain didalamnya
Ø Akad
munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad.
Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksaan akad adalah pernyataan yang
disertai dengan syarat-syarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan
adanya akad.
Ø Akad
mu'alaq adalah akad yand di dalam pelaksaannya terdapat syarat-syarat yang
telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan penyerahan barang-barang yang
diakadkan setelah adanya pembayaran.
Ø Akad
mu'alaq ialah akad yang di dalam pelaksaannya terdapat syarat-syarat mengenai
penanggulangan pelaksaan akad, pernyataan yang pelaksaannya ditangguhkan hingga
waktu yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi
belum mempunyai akibat hukum sebelum tidanya waktu yang ditentukan.[7]
2. Dilihat dari segi ditetapkan atau tidaknya oleh syara:
Ø Aqad musamma, adalah aqad
yang telah ditetapkan oleh syara dan diberi hukum-hukumnya, seperti jual beli,
hibah, ijarah, syirkah dan lain-lain.
Ø Aqad ghaira musawwa, adalah
aqad yang belum ditetapkan istilah, hukum dan namanya oleh syara.
3. Dilihat dari segi disyariatkan atau tidaknya:
Ø Aqad musyaraah, aqad yang
dibenarkan oleh syara seperti jual beli, hibah, gadai, dan lain-lain.
Ø Aqad mamnuah, aqad yang
dilarang oleh syara seperti menjual anak binatang yang masih dalam kandungan.[8]
4. Dilihat dari segi sah atau tidaknya aqad:
Ø Aqad shahihah, aqad yang
cukup syarat-syaratnya. Misalnya, menjual sesuatu dengan harga sekian jika
kontan dan sekian jika hutang.
Ø Aqad fashihah, aqad yang
cacat misalnya menjual sesuatu dengan harga yang ditentukan tapi pembayarannya
ditangguhkan.
5. Dilihat dari segi sifat bendanya:
Ø Akad ainiyah, aqad yang
diisyaratkan dengan penyerahan barang-barang seperti jual beli.
Ø Akad ghaira ainiyah, aqad yang
tidak disertai dengan penyerahan barang-barang, karena tanpa penyerahan
barang-barang pun aqad sudah akan berhasil, seperti aqad amanah.7
6. Dilihat dari bentuk atau cara melakukannya:
Ø Dilaksanakan dengan upacara tertentu, yaitu ada saksi
seperti pernikahan.
Ø Aqad ridhaiyah, tidak memerlukan upacara tertentu
dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak seperti akad-akad pada umumnya.8
7. Berdasarkan berlaku atau tidaknya akad
Ø Akad nafidzah , yaitu akad
yang bebas atau terlepas dari penghalang-penghalang akad
Ø Akad mauqufah , yaitu akad
–akad yang bertalian dengan persetujuan-persetujuan seperti akad fudluli (akad
yang berlaku setelah disetujui pemilik harta)
8. Berdasarkan luzum
dan dapat dibatalkan
Ø Akad
lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan seperti
akad nikah. Manfaat perkawinan, seperti bersetubuh, tidak bisa dipindahkan
kepada orang lain. Akan tetapi, akad nikah bisa diakhiri dengan dengan cara
yang dibenarkan syara'.
Ø Akad
lazim yang menjadi hak kedua belah pihak, dapat dipindahkan dan dapat
dirusakkan seperti akad jual beli dan lain-lain.
Ø Akad lazim yang menjadi hak salah satu pihak, seperti
rahn, orang yang menggadai sesuatu benda punya kebebasan kapan saja ia akan
melepas rahn atau menebus kembali barangnya.
Ø Akad lazim yang menjadi hak dua belah pihak tanpa
menunggu persetujuan salah satu pihak, seperti titipan boleh diminta oleh yang
menitipkan tanpa menunggu persetujuan yang menerima titipan atau yang menerima
titipan boleh mengembalikan barang yang dititipkan kepada yang menitipkan tanpa
menunggu persetujuan dari yang menitipkan.
9. Dilihat dari tukar menukar hak:
Ø Akad mu’awadlah, akad yang
berlaku atas dasar timbal balik seperti jual beli.
Ø Akad tabarru’at, akad yang
berlaku atas dasar pemberian dan pertolongan seperti hibah.
Ø Akad yang tabarru’at pada
awalnya dan menjadi akad mu’awadlah
pada akhirnya seperti qaradh dan kafalah.[9]
10. Berdasarkan harus dibayar dan tidaknya
Ø Akad dhaman
yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua sesudah benda-benda itu
diterima seperti qaradh.
Ø Akad
amanah yaitu tanggung jawab kerusakan
oleh pemilik benda, bukan oleh yang memegang barang, seperti titipan.
Ø Akad
yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu segi merupakan dhaman, menurut
segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn(gadai).
Tujuan akad, dari segi tujuannya
akad dapat dibagi menjadi lima golongan:
a)
Bertujuan
tamlik, seperti jual beli. Bertujuan untuk mengadakan usaha bersama
(perkongsian) seperti syirkah dan mudharabah.
b)
Bertujuan
tautsiq(memperkokoh kepercayaan) saja, seperti rahn dan kafalah.
c)
Bertujuan menyerahkan
kekuasaan, seperti wakalah dan washiyah.
d)
Bertujuan
mengadakan pemeliharaan, seperti ida’
atau titipan.
11. Dilihat dari segi tujuan aqad:
Ø Yang tujuannya tamlik, seperti Ba’I mudarabah.
Ø Yang tujuannya mongokohkan saja, seperti rahn dan
kafalah.
Ø Yang tujuannya menyerahkan kekuasaan, seperti
wakalah,washayah.
Ø Yang tujuannya pemeliharaan, yaitu aqdul’ida.
12. Berdasarkan
Fautur dan Istimrar
Ø Akad
fauturiyah yaitu akad-akad yang dalam
pelaksanaannya tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad hanya
sebentar saja, seperti jaul beli.
Ø Akad
istimrar disebut pula akad zamaniyah,
yaitu hukum akad terus berjalan, seperti i’arah.[10]
13. Berdasarkan asliyah dan tabi'iyah
Ø Akad
asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu
yang lain seperti jual beli dan I'arah.
Ø Akad tahi'iyah, yaitu akad
yang membutuhkan adanya yang lain, seperti akad rahn tidak akan dilakukan tanpa
adanya hutang.[11]
F. Berakhirnya Akad
Berakhirnya akad
berbeda fasakh dan batalnya akad. Berakhirnya akad karena fasakh
adalah rusak atau putusnya akad yang mengikat antara muta’aqidain (kedua
belah pihak yang melakukan akad) yang disebabkan karena adanya kondisi
atau sifat-sifat tertentu yang dapat merusak iradah.
Para fuqaha
berpendapat bahwa suatu akad dapat berakhir apabila:
1. Telah jatuh tempo atau berakhirnya masa berlaku akad
yang telah disepakati,
2. Terealisasinya tujuan daripada akad secara sempurna.
Misalnya pada akad tamlikiyyah yang bertujuan perpindahan hak kpemilikan
dengan pola akad jual beli,
3. Barakhirnya akad karena fasakh atau digugurkan
oleh pihak-pihak yang berakad.
4. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia.
BAB III
A. Kesimpulan
Dari makalah ini, penyusun telah
merangkum beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut;
1. Akad artinya mengikat dua hal. Ini berarti akad ada
dalam banyak kegiatan yang dilakukan makhluk hidup, seperti menikah, jual beli,
berjanji dan ataupun bersumpah.
2. Sumber hukum utama akad berasal dari Al Quran.
3. Macam syarat akad antara lain: syarat in’iqad, syarat
shihah, syarat nafadz, dan syarat luzum.
B. Saran
Adapun saran
dari penulis bagi pembaca sekalian adalah sebagai berikut:
1.
Dalam mempelajari suatu hal butuh
waktu dan kedisiplinan
2.
Dalam mengerjakan suatu hal supaya
menghasilkan sesuatu yang baik pula, butuh keseriusan dan ketelatenan
3.
Budayakanlah sering membaca, karena
kita bisa mendapat banyak sekali informasi dan ilmu pengetahuan dari membaca
DAFTAR
PUSTAKA
· Sahrani,
Sohari dan Ru’fah Abdullah. 2011. Fikih
Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia.
· Mas’adi,
Gufron A.. 2002. Fiqh Muamalah
Kontekstual. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
·
Sumber Artikel: http://ustadzaris.com/seputar-akad
·
Pengusahamuslim.com
·
DatabaseArtikel.com/20118034-perbedaan-antara-bank-syariah-dan-bank-konvensional.html
· http://maxzhum.blogspot.com/2009/05/resume-macam-macam-akad-keuangan.html
· http://erwin-zhonata.blogspot.com/
[4]Drs. Gufron A. Mas’adi, M. Ag, Fiqih Muamalah Kontekstual (Bab 5:
Konsep Umum Akad, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cetakan ke-1, 2002) hlm. 89
[6]
http://erwin-zhonata.blogspot.com/
[7] Sohari Sahrani dan Ru’fah
Abdullah, Fikih Muamalah (Bab 4: Akad, Bogor: Ghalia Indonesia, cetakan ke-1,
2011), hlm.47-49
[9] Sohari Sahrani dan Ru’fah
Abdullah, Fikih Muamalah (Bab 4:
Akad, Bogor: Ghalia Indonesia, cetakan ke-1, 2011) hlm.49-50
[11] Sohari Sahrani dan Ru’fah
Abdullah, Fikih Muamalah (Bab 4:
Akad, Bogor: Ghalia Indonesia, cetakan ke-1, 2011), hlm.50
ijin copy ya :)
ReplyDelete