KATA
PENGANTAR
Segala puja dan
puji kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini yang membahas tentang “ Jual Beli dalam Islam”.
Penulisan makalah ini digunakan
untuk memenuhi tugas Fiqh Muamalah. Dalam penulisan makalah penulis mengalami
beberapa kesulitan, namun hal itu dapat diselesaikan karena bantuan dari
pihak-pihak terkait. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Siti Hasanah,M.Ag
selaku dosen Fiqh Muamalah yang telah memberi bimbingan dan pengarahan dalam
pembuatan makalah ini, serta teman-teman yang telah memberi ide-ide dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan dari segi pembahasan maupun
isi, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
perbaikan makalah kami selanjutnya. Semoga apa yang telah kami usahakan selama
ini Allah SWT meridhoiNya. Amin …….
Semarang,
30 September 2011
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Sebagai makhluk social, manusia tidak lepas untuk berhubungan dengan orang lain
dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam,
sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus
berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain
dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan
kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Hubungan ini merupakah fitrah yang
sudah ditakdirkan oleh Allah. Islam
sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup
jelas tentang implementasi jual beli
dalam sehari-hari atau kaitannya mengenai jual beli.
Dalam hal ini aktifitas jual beli tidak dapat terlepas
dengan kehidupan kita yaitu memenuhi kebutuhan. Dalam pembahasan makalah
penulis kali ini akan menjelaskan tentang definisi jual beli dalam islam secara
umum. Maka dari itu, dalam makalah ini penulis akan mencoba untuk menguraikan
mengenai berbagai hal yang terkait dengan jual beli .
B.
Rumusan
masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka terdapat
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa
pengertian jual beli dalam islam?
2.
Apa
landasan hokum jual beli?
3.
Apa saja
hukum yang bersangkut-paut mengenai jual beli?
4.
Bagaimana
aturan jual beli dan dalilnya?
5.
Apa
sajakah rukun dan syarat sah jual beli?
6.
Apa saja
klasifikasi jual beli?
7.
Apa saja
macam-macam jual beli yang shahih?
8.
Apa saja
khiyar yang dilakukan saat jual beli?
9.
Apa saja
hikmah jual beli ?
10.
Apa saja
hikmah khiyar ?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI JUAL-BELI
Jual
beli secara etimologis artinya: Menukar harta dengan harta.(1) Secara
terminologis artinya: Transaksi penukaran selain dengan fasilitas dan
kenikmatan. Sengaja diberi pengecualian “fasilitas” dan “kenikmatan”, agar
tidak termasuk di dalamnya pe-nyewaan dan menikah.
(1) Jual beli adalah dua kata yang
saling berlawanan Martina, namun masing-masing sering digunakan untuk arti kata
yang lain secara bergantian. Oleh sebab itu, masing-masing dalam akad transaksi
disebut sebagai pembeli dan penjual. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Dua orang yang berjual beli memiliki hak untuk menentukan pilihan,
sebelum mereka berpindah dari lokasi jual beli.” Akan tetapi bila disebutkan
secara umum, yang terbetik dalam hak adalah bahwa kata penjual diperuntukkan
kepada orang yang mengeluarkan barang dagangan. Sementara pembeli adalah orang
yang mengeluarkan bayaran. Penjual adalah yang mengeluarkan barang miliknya.
Sementara pembeli adalah orang yang menjadikan barang itu miliknya dengan
kompensasi pembayaran.
Sementara,pengertian Jual Beli atau dalam bahasa arabnya al-Bai’u
Al-Bai’u secara etimologi berarti al-Syira’ (Bahasa Arab) dua kalimat tersebut mempunyai dua arti yang berlawanan, yaitu, menjual atau membeli. Adapun jual beli ) al-Bai’u( secara ulama fikih sebagai berikut:
Al-Bai’u secara etimologi berarti al-Syira’ (Bahasa Arab) dua kalimat tersebut mempunyai dua arti yang berlawanan, yaitu, menjual atau membeli. Adapun jual beli ) al-Bai’u( secara ulama fikih sebagai berikut:
Wahbah al-Zuhail
mencantumkan pengertian (al- Bai’u) dengan “Tukar menukar harta dengan harta
atas dasar suka sama suka”. Ulama mazhab Hanafi mendefinisikan jual
beli “Saling menukar sesuatu yang sama-sama disenangi”. Penulis Syarh
Fath al-Qadr mendefinisikan: Jual beli adalah, tukar menukar
harta dengan harta atas dasar saling merelakan.
Mazhab
Maliki merumuskan jual beli dengan dua
pengertian, yakni pengertian umum dan pengertian khusus. Pengertian umum
maksudnya, meliputi semua macam transaksi tukar-menukar yang tidak terbatas
dalam fasilitas. Sementara itu ulama mazhab Syafi’i rumusan : “Jual beli adalah, tukar menukar
harta dengan harta menurut cara yang khusus”.Ibn Qudãmah dari mazhab
Hanbali pengertian jual beli
Saling menukar harta untuk memiliki dan dimiliki.
1Jual beli menurut
bahasa artinya “saling menukar”. Menurut istilah syara, jual beli ialah “menukar
sesuatu barang dengan barang yang lain dengan cara tertentu( aqad).” ( H.
Sulaiman Rasyid, 1976:268).
2Syaid Sabiq
(h: 126) mendefinisikan: “pertukaran harta dengan harta atas dasar saling
merelakan. Atau memindahkan milik denga ganti yang dapat dibenarkan.
Dari beberapa rumusan atau definisi
ulama fikih di atas dapatlah disimpulkan bahwa jual beli menurut
pengertian mereka adalah, tindakan tukar
menukar sesuatu dengan sesuatu dengan cara-cara tertentu yang bertujuan untuk
pemilikan, dan dilakukan tanpa ada paksaan.
2.LANDASAN HUKUM JUAL BELI
Al-Qur’an
Ada beberapa ayat al-Qur’an yang digunakan oleh ulama sebagai dasar dibenarkannya praktek jual beli. Antara lain Allah SWT berfirman:
Ada beberapa ayat al-Qur’an yang digunakan oleh ulama sebagai dasar dibenarkannya praktek jual beli. Antara lain Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
makan harta antara kamu dengan cara yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang kamu saling suka sama suka. (Q.S. al-Nisa’ 29)
Yang demikian itu karena mereka berkata,
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Tetapi Allah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba.
(Q.S.
al-Baqarah: 275 )
Al-Sunnah
Ada beberapa Sunnah qauliyah dan fi’liyah yang digunakan ulama untuk melegimitasi dibolehkannya jual beli, antara lain:
Ada beberapa Sunnah qauliyah dan fi’liyah yang digunakan ulama untuk melegimitasi dibolehkannya jual beli, antara lain:
Dari Jumai’bin ‘umair, dari pamannya ra. Ia berkata:
Nabi SAW pernah ditanya tentang sebaik-baik usaha mencari rizki. Beliau
menjawab, jual beli yang mabrur dan hasil kerja tangan seseorang. (H.R. Ahmad )
Dari ‘Abayah bin Rifa’ah bin Rafi’bin Khadij dari
kakeknya Rafi’ bin Khadij ra. Ia berkata: “Rasulullah SAW pernah ditanya, Wahai
Rasulullah usaha mencari rezki yang mana yang paling baik? Beliau menjawab,
pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur”.
(H.R. Ahmad).
Ijma’ Ulama
Hampir dapat dipastikan bahwa tidak seorang ahli fikihpun yang menentang dibenarkannya praktek jual beli. Hanya saja mereka berselisih dalam hal hal tertentu, termasuk syarat-syarat jual beli, sifat jual beli itu sendiri dan lain lain yang berkenaan dengan jual beli. Dalam hal ini tentu dapat dimaklumi, karena bukan hanya dalam masalah jual beli saja mereka berbeda pendapat, bahkan dalam semua permasalahan Islam perbedaan pendapat tersebut selalu ada.
Hampir dapat dipastikan bahwa tidak seorang ahli fikihpun yang menentang dibenarkannya praktek jual beli. Hanya saja mereka berselisih dalam hal hal tertentu, termasuk syarat-syarat jual beli, sifat jual beli itu sendiri dan lain lain yang berkenaan dengan jual beli. Dalam hal ini tentu dapat dimaklumi, karena bukan hanya dalam masalah jual beli saja mereka berbeda pendapat, bahkan dalam semua permasalahan Islam perbedaan pendapat tersebut selalu ada.
Jual beli sudah biasa dilakukan
oleh umat manusia secara turun temurun bahkan diberitakan bahwa banyak dari
sahabat-sahabat Rasulullah SAW yang mempunyai profesi sebagai pedagang, di
antaranya, sahabat Abu Bakar al-Siddiq, Umar bin al-Khattab, Usman bin Affan,
Abdurrahan dan lain-lain.
Jual beli yang dilakukan oleh kaum
muslimin terutama para sahabat Nabi SAW setelah beliau meninggal dunia,
kemudian jual beli diteruskan oleh generasi berikutnya, cukuplah sebagai bukti
bahwa adanya ijma’ ulama dibenarkannya muamalah jual beli.
2. HUKUM
– HUKUM YANG BERSANGKUT PAUT DENGAN JUAL BELI
a.
Mubah (halal). Ini
adalah hokum asalnya.
Firman Allah QS.
Al-baqarah : 275
Artinya : Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
b.
Wajib ; artinya jual
beli itu menjadi wajib karena ada sebab lain, seperti apabila kebutuhan pokok
manusia tidak dapat dipenuhi kecuali engan jalan jual beli.
c.
Sunnat ; seperti jual
beli kepada sahabat atau family yang dikasihi dan kepada orang yang sangat
memerlukan kepada barang itu.3
d.
Haram, yaitu jual
beli yang secara tegas dilarang oleh islam, seperti jual beli arak, narkotika,
bangkai, lemak bangkai, babi, berhala dan jual beli yang mengandung unsur
kedzaliman, penipuan dan penindasan.
e.
Tidak sah,
yakni jual beli yang kurang rukun atau syaratnya.
f.
Sah tetapi terlarang,
Artinya jual beli itu sendiri sah, tetapi terlarang karena ada sebab lain yang menimbulkan
adanya larangan itu, seperti menyakiti si Pembeli atau si Penjual atau orang
lain, menyempitkan gerakan pasaran ( menghambat perekonomian ) atau merusak
ketentraman umum. Contoh-contoh jual beli tersebut, antara lain :
a. Membeli barang dengan harga yang lebih
mahal dari harga pasaran, sedangkan ia tidak begitu memerlukan barang itu,
tetapi semata-mata supaya orang lain tidak dapat membeli barang itu.
b. Membeli barang yang sudah dibeli atau
sedang dalam penawaran orang lain.
c. Membeli barang dengan harga yang sangat murah
dari pada harga pasaran. Misal : menghadang penjual barang yang dating dari
desa sebelum sampai ke pasar, kemudian barangnya dibeli dengan harga yang
sangat murah dan para penjual itu tidak mengetahui harga pasar.
d. Membeli barang untuk ditimbun agar pada
suatu saat dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, sedangkan masyarakat
sangat membutuhkan barang tersebut.
e. Jual beli mengecoh ( penipuan ). Artinya
dalam jual beli itu ada penipuan, seperti menjual barang yang tidak sesuai
dengan contohnya ( contoh yang diperlihatkan kualitasnya baik, tetapi yang akan
dijual kualitasnya tidak baik).
f.
Menjual
sesuatu barang yang berguna, tetapi barang tersebut dijadikan alat maksiat oleh
pembelinya.
Firman Allah QS. Al-Maidah : 2
Artinya : Hendaklah kamu bertolong-tolongan dalam
berbuat kebajikan dan taqwa dan janganlah kamu bertolong-tolongan dalam berbuat
kejahatan dan permusuhan.
3. ATURAN
JUAL BELI DAN DALILNYA
Agar
jual beli itu sah dan berlangsung baik, sehingga tercipta ketertiban dan
ketentraman umum, pihak penjual dan pembeli merasa puas dan senang, satu sama
lain tidak ada yang merasa dirugikan dan kedua belah pihak terhindar dari
kemungkinan timbulnya persengketan, maka islam telah menetapkan aturan-aturan
jual beli itu.
Aturan
tersebut pada garis besarnya menetapkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan penjual dan pembeli, barang yang diperjualbelikan dan tata cara yang
harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh si penjual dan si pembeli. Dan tata cara
yang paling penting ( mendasar ) dalam urusan jual beli itu ialah adanya
kerelaan ( suka sama suka ) antara pihak penjual dan pembeli.
Firman
Allah QS. An- Nisa : 29
Janganlah
kamu makan harta yang ada di antara kamu dengan jalan batal, melainkan dengan
jalan jual beli dengan suka sama suka.
Sabda
Rasulullah SAW :
Sesungguhnya
jual beli itu hanya sah jika dilakukan dengan suka sama suka. (Riwayat Ibnu
Hibban).
4.
RUKUN DAN SYARAT SAH JUAL
BELI
i.
Rukun
Menurut para ulama ahli Fiqh , rukun jual beli ada
tiga, yaitu :
a. Penjual dan Pembeli
b. Objek yang diperjualbelikan
c. Ijab Qabul (transaksi) , yaitu penjual
menyerahkan barang dan pembeli menerimanya setelah membayar dengan harga yang
telah disepakati bersama.
ii.
Syarat-syarat
sah jual beli
1. Syarat-syarat
Penjual dan Pembeli :
1. Berakal sehat, agar dia tidak
terkecoh.Orang gila atau bodoh (cacat mental) tidak sah jual belinya, sebab ia
di bawah kekuasaan walinya.
2. Baligh ( dewasa )
Sabda Rasulullah SAW :
Bebas dari beban
bagi tiga orang, yaitu orang yang sedang tidur sampai ia bangun, orang
gila sampai sembuh dan anak-anak sampai ia baligh. (Riwarat Abu Daud dan
Nasa-i).
3. Atas dasar kemauan sendiri ( bukan
paksaan oaring lain).
4. Tidak mubazir ( pemboros ).
Firman Allah QS. Al- Isra : 26-27
Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros, sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara setan….
b.Syarat-syarat
barang yang diperjualbelikan :
1. Barang itu milik sah si Penjual (barang
yang bukan milik si Penjual tidak sah dijualbelikan ).
2. Barang itu suci.
3. Barang itu ada manfaatnya.
4. Barang itu jelas dan dapat
diserahterimakan.
5. Kualitas barang itu jelas.
c.
Mengenai Ijab qabul
Sebagian
besar Ulama mewajibkan lafaz (ucapan)dan jab dan qabul itu. Mereka mewajibkan
hal tersebut dengan dasar pada pemahaman
kata-kata sama suka “ ‘An turadhin” seperti dinyatakan oleh ayat dan hadits
yang telah lalu. Di samping itu dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1) Ucapan ijab dan qabul harus bersambung.
2) Ada persesuaian antara ijab dan qabul .
ijab yang tidak sesuai dengan qabul atau sebaliknya, maka akad jual belinya
tidak sah.
3) Ijab qabul tidak disangkut-pautkan
dengan lain. Contoh : kata si penjual ~jika saya pergi , saya jual barang ini
sekian. Atau kata si Pembeli ~saya terima (beli) barang ini dengan harga sekian
, jikaa hujan turun.
4) Ijab dan qabul tidak boleh memakai
jangka waktu. Contoh : kata si Penjual , saya jual barang ini kepada saudara
dengan harga sekian dalam waktu seminggu atau sebulan.
6. KLASIFIKASI JUAL BELI
Jual beli diklasifikasikan dalam
banyak pembagian dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Kami akan menyebutkan
sebagian di antara pembagian tersebut:
1. Klasifikasi Jual
Beli dari Sisi Objek Dagangan
Ditinjau dari sisi ini jual beli
dibagi menjadi tiga jenis: Pertama: Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan
barang. Kedua: Jual beli ash-sharf atau Money Changer, yakni penukaran uang
dengan uang. Ketiga: Jual beli muqayadhah atau barter. Yakni menukar barang dengan
barang.
2. Klasifikasi Jual
Beli dari Sisi Cara Standarisasi Harga
a).
Jual beli Bargainal (Tawar-menawar). Yakni jual beli di mana penjual tidak
memberitahukan modal barang yang dijualnya.
b).
Jual beli amanah. Yakni jual beli di mana penjual mem-beritahukan harga modal
jualannya. Dengan dasar jual beli ini, jenis jual beli tersebut terbagi lain
menjadi tiga jenis lain:
·
Jual
beli murabahah. Yakni jual beli dengan modal le hi-untungan yang diketahui.
·
Jual
beli wadhi”ah. Yakni jual dengan harga di bawah modal dan jumlah kerugian yang
diketahui.
·
Jual
beli tauliyah. Yakni jual beli dengan menjual barang dalam harga modal, tanpa
keuntungan dan kerugian.
Sebagian ahli fiqih menambahkan
lagi jenis jual beli yaitu jual beli isyrak dan mustarsal. Isyrak adalah
menjual sebagian barang dengan sebagian uang bayaran. Sedang jual beli
mustarsal adalah jual beli dengan harga pasar. Mustarsil adalah orang lugu yang
tidak mengerti harga dan tawar menawar.
c).
Jual beli muzayadah (lelang). Yakni jual beli dengan cara penjual menawarkan
barang dagangannya, lalu para pembeli saling menawar dengan menambah jumlah
pembayaran dari pembeli sebelumnya, lalu si penjual akan menjual dengan harga
tertinggi dari para pembeli tersebut.
Kebalikannya disebut dengan jual
beli munaqadhah (obral). Yakni si pembeli menawarkan diri untuk membeli barang
dengan tertentu, lalu para penjual berlomba menawarkan dagang-annya, kemudian
si pembeli akan membeli dengan harga ter-murah yang mereka tawarkan.
3. Pembagian Jual Beli
Dilihat dari Cara Pembayaran
Ditinjau dari sisi ini, jual beli
terbagi menjadi empat bagian:
·
Jual
beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung.
·
Jual
beli dengan pembayaran tertunda.
·
Jual
beli dengan penyerahan barang tertunda.
·
Jual
beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.
7.
MACAM-MACAM JUAL BELI YANG SHAHIH
Ditinjau
dari segi benda yang dijadikan objek
jual beli dapat dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin4 bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk :
“Jual beli itu ada tiga macam : 1.
Jual beli yang kelihatan, 2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam
janji, 3. Jual beli benda yang tidak ada.”
1)
Jual
beli yang kelihatan ,ialah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau
barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim
dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilak
ukan.
2)
Jual
beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam( pesanan).
Menurut
kebiasaan para pedagang,salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai (
kontan), salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang
seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan
barang-barangnya ditanggukan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang
telah ditetapkan ketika akad.
Dalam
salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat tambahan sebagai berikut
:
a.
Ketika
melakukan akad salam, disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau oleh
pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar, ditimbang maupun diukur.
b.
Dalam
akad harus disebutkan segala sesuatu yang mempertinggi dan memperendahkan harga barang
itu.
c.
Barang
yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa didapatkan di pasar.
d.
Harga
hendaknya dipegang di tempat akad berlangsung.
3)
Jual
beli benda yang tidak ada serta tidak dapat
dilihat ialah jual beli yag dilarang oleh agama islam karena barangnya
tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh
dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah
satu pihak.
Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga bagian :
dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan.5
Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad
yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan isyarat karena
isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendak. Hal yang
dipandang dalam akad adalah maksud atau hendak dan pengertian, bukan
pembicaraan dan pernyataan.6
8.
HIKMAH JUAL BELI
Di
antara hikmah jual beli :
a)
Bernilai sosial, yaitu membantu
keperluan dan kebutuhan orang banyak, tolong-menolong dalam hidup bermasyaraka
yang hal ini merupakan perintah Allah SWT.(QS. Al Maidah : 2)
b)
Melaksanakan
jual beli dengan baik sesuai dengan tata cara yang telah diatur oleh islam.
c)
Jual
beli merupakan salah satu cara untuk menjaga kebersihan dan kehalalan barang
yang kita makan .
d)
Jual
beli merupakan salah satu cara untuk memberantas kemalasan ,pengangguran an
kemiskinan.
e)
Berjual
beli dengan jujur , benar ,sabar, ramah dan memberikan pelayanan yang
memuaskan, akan mendapat banyak simpati orang, memperbanyak teman dan kenalanserta
menjalin hubungan persahabatan.
f)
Pedagang
yang jujur dan benar, nanti pada hari kiamat akan dikumpulkan bersama-sama para
Nabi , Siddiqin dan para Syuhada.
9. PENGERTIAN, MACAM, DALIL DAN HIKMAH KHIYAR
a.
Pengertian
Khiyar
menurut bahasa artinya “memilih yang terbaik”. Menurut istilah Syara’, “penjual
dan pembeli boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual belinya”.7
Tujuan
khiyar oleh Syara’ agar kedua orang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan
masing-masing lebih jauh, supaya tidak terjadi penyesalan di kemudian hari,
karena masing-masing merasa tidak puas terhadap jual beli yang mereka lakukan.
b. Macam-macam
Khiyar
Khiyar ada tiga macam :
1. Khiyar Majlis, yaitu penjual dan pembeli
boleh khiyar selama belum berpisah.
2. Khiyar syarat, yaitu khiyar itu
dijadikan syarat sewaktu dilakukan akad oleh keduanya/ salah satu dari
keduanya.
3. Khiyar ‘aib, yaitu si pembeli boleh
mengembalikan barang yang dibelinya dan si penjual wajib menerimanya, apabila
barang yang dibeli itu terdapat cacat.
c. Hikmah
Khiyar
Di antara hikmah-hikmah khiyar itu
adalah sebagai berikut :
§ Menghindarkan terjadinya penyesalan bagi
kedua belah pihak( penjual dan Pembeli) atau salah satunya.
§ Memperkecil kemungkinan terjadinya
penipuan dalam jual beli.
§ Mendidik para Penjual dan Pembeli supaya
bersikap hati-hati, cermat dan teliti dalam melakukan jual beli.
§ Menumbuhkan sikap toleransi (tasamuh)
antara penjual dan pembeli.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian di bab pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Jual beli adalah penukaran barang dengan
barang atau penukaran dengan uang antara si penjual dan si pembeli dengan cara
tertentu yang telah disepakati (aqad ).
2. Hukum jual beli pada asalnya adalah
halal (mubah=boleh). Namun adakalanya menjadi wajib atau sunat, ada pula yang
diharamkan ada pula yang sah tetapi terlarang.
3. Aturan yang paling mendasar dalam urusan
jual beli ialah adanya kerelaan (suka sama suka) dari pihak penjual dan
pembeli.
4. Rukun jual beli ada tiga, yaitu :
a. Penjual dan pembeli
b. Benda (barang) yang diperjualbelikan
c. Ijab,ialah perkataan penjual dan
Qabul,ialah perkataan pembeli.
5. Syarat-syarat sah jual beli :
a. Syarat-syarat penjual dan pembeli
- Berakal sehat
- Baligh
- Atas dasar kemauan sendiri
- Tidak Pemboros
b.
Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan
-
Milik si penjual,atau milik yang diwakilnya, atau milik yang menguasakan.
-
Suci (tidak najis)
-
Ada manfaatnya
-
Keadaan barang itu dapat diserahterimakan.
c.
Menurut ulama yang mewajibkan lafadz dalam ijab dan qabul, syarat-syarat adalah
-
Perkataan ijab dan qabul harus bersambung.
-
Ada persesuaian antara ijab dan qabul.
-
Ijab dan Qabul tidak disangkutpautkan dengan yang lain.
-
ijab dan qabul tidak boleh memakai jangka waktu.
6. Hikmah Jual beli :
i. Bernilai social.
ii. Menjalankan yang dihalalkan Allah dan menjauhi yang
diharamkan.
iii. Merupakan salah satu cara untuk menjaga
kebersihan dan kehalalan barang yang kita makan.
iv. Merupakan salah satu cara untuk
memberantas kemalasan, pengangguran dan kemiskinan.
v. Berjual beli dengan jujur, benar,
sabar,ramah dan dapat memberikan pelayanan yang memuaskan, akan banyak mendapat
simpati orang memperbanyak teman dan kenalan, serta memperoleh tali
persahabatan.
vi. Pedagang yang jujur dan benar, pada hari
kiamat nanti akan dikumpulkan bersama-sama dengan para nabi, Siddiqin dan
Syuhada.
7. Khiyar, yaitu si penjual dan si pembeli boleh
memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual belinya.
8.
Khiyar ada tiga macam :
- Khiyar Majlis, boleh memilih selama penjual
dan pembeli masih tetap di tempat jualbelikan.
-
Khiyar Syarat,khiyar itu dijadikan syarat sewaktu dilakukan akad oleh penjual
dan pembeli atau oleh salah satunya. Masa khiyar syarat paling lama hanya tiga
hari tiga malam.
9.
Hikmah diadakannya khiyar :
-
Menghindarkan terjadinya penyesalan bagi
penjual dan pembeli atau salah satunya.
-
Memperkecil kemungkinan terjadinya penipuan
dalam jual beli.
-
Mendidik pada penjual dan pembeli agar dalam berjual
beli bersikap hati-hati, cermat dan teliti.
-
Menumbuhkan sikap toleransi (tasamuh) terhadap
sesame manusia, terutama antara penjual dan peembeli.
B. Saran
Alhamdulillah
telah berakhirnya pembuatan makalah dengan mengambil judul “jual beli dalam islam”
ini dapat bermanfaat dan berguna di kemudian hari untuk diambil pelajaran akan
arti pentingnya aspek ekonomi khususnya aktifitas jual beli. Namun apabila ada
kesalahan dalam penulisan dan pemilihan kata ataupun lain sebagainya dimohon
perbaikan dari pembaca mengenai isi makalah ini khususnya dan bentuk tapilan
makalah secara umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ghazaly,Drs.
Abd. Rahman dkk.1996.Materi Pokok FIQIH
II.Jakarta : Departemen Agama.
Suhendi,
Hendi.2007. Fiqh Muamalah.Jakarta :
Rajawali Pers.
No comments:
Post a Comment